Prediksi situasi di Laut Cina Selatan, situasi di Ukraina dalam upaya perluasan wilayah NATO, dan perkuatan gugus tempur Armada Laut, menuntut tingginya kesiapan unit-unit ekspedisi tim pasukan pendarat dari laut ke darat baik personel maupun peralatannya.
Selain kesiapan personil, tentunya dukungan peralatan sebagai tim pendarat juga perlu ditingkatkan. Hal tersebut terlihat dalam diskusi ataupun presentasi yang diadakan pada konferensi tahunan Expeditionary Warfare Conference, dari National Defense Industrial Association.
Baik paparan Komandan Jenderal USMC, Jenderal David Berger, maupun Direktur Naval Expeditionary Warfare USMC, Brigadir Jenderal David Odom.
USMC sebagai matra yang diproyeksikan sebagai pasukan darat yang didaratkan dari tengah lautan, akan bergantung pada kapal-kapal milik Angkatan Laut (USN).
Untuk itu dibutuhkan armada kapal perang yang mampu mendukung operasi amphibi, jenis-jenis yang dibutuhkan termasuk jenis LAW atau light amphibious warship, dan LHA atau Landing Helicopter Assault.
USN memiliki program yang disebut sebagai Navy Light Ampibious Warship yang dituangkan dalam dokumen setebal 34 halaman, untuk Kongres Amerika Serikat per-tanggal 2 Maret 2022 (edisi perbaharuan). [Congressional Research Service https://crsreports.congress.gov R46374].
Kekuatan kapal amphibi USN saat ini terdiri dari kapal-kapal amphibi berukuran besar, termasuk yang disebut sebagai “big-deck” amphibious assault ship, atau LHA (Landing Helicopter Assault) dan LHD (Landing Helicopter Dock), yang bentuknya menyerupai kapal induk berukuran menengah, dan kapal amphibi yang ukurannya lebih kecil (namun masih terlihat besar), yang disebut sebagai LPD (Landing Platform Dock) atau LSD (Landing Ship Dock) atau disebut juga sebagai kapal amphibi “small-deck”. Sedangkan yang dibutuhkan saat ini adalah kapal amphibi berukuran kecil.
Kekuatan armada kapal amphibi USN diakhir Tahun Fiskal 2020 termasuk 33 kapal, termasuk 10 kapal serbu amphibi (2 LHA dan 8 LHD), 11 LPD-17 Flight I, dan 12 LSD-41/49 yang sudah tua. LSD-41/49 akan diganti dengan LPD-17 Flight II.
Salah satu LHD USN – Bonhomme Richard (LHD-6) – mengalami kerusakan berat pada Juli 2020 dan telah di pensiunkan pada 15 April 2021 dan akan segera di scrap.
Perencanaan untuk saat ini (Current Force-Level Goal).
USN memiliki rencana seperti yang dikeluarkan pada Desember 2016, bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan 355 unit armada kapal termasuk 38 kapal amphibi – 12 LHA/LHD, 13 LPD-17 Flight I, dan 13 LPD-17 Flight II, atau jumlahnya 38 kapal amphibi, tidak termasuk Light Aphibious Warship (LAW).
Potential New Force-Level Goal
USN dan Departemen Pertahanan telah bekerjasama sejak tahun 2019 untuk mengembangkan sasaran tingkat kekuatan untuk menggantikan sasaran USN saat ini berupa Tingkat Kekuatan 355 Kapal.
Sasaran baru ini diharapkan untuk memperkenalkan perubahan sekali dalam satu generasi dalam arsitektur armada, dengan arti dasar jenis dari kapal yang membentuk USN dan bagaimana kapal akan dioperasikan dalam berkombinasi dengan satu dengan yang lain dalam melaksanakan misi USN.
Arsitektur armada Light Aphibious Warship (LAW) yang baru ini diharapkan lebih tersalurkan dibandingkan dengan arsitektur yang direfleksikan dalam sasaran saat ini berupa tingkat kekuatan USN dengan 355 kapal. Selanjutnya arsitektur armada yang baru diharapkan dapat memenuhi:
- Proporsi kecil dari kapal-kapal besar (seperti kapal induk large-deck, kapal penjelajah, kapal perusak, kapal amphibi besar, dan kapal logistic besar);
- Proporsi besar untuk kapal-kapal perang berukuran kecil (seperti fregat, korvet, kapal amphibi berukuran kecil, kapal logistic, dan juga kapal induk berukuran kecil); dan
- Tier ketiga yang baru untuk kapal perang permukaan yang besarnya seukuran korvet atau sebesar kapal patrol yang cukup diawaki oleh sejumlah personel, awak tambahan, atau nir-awak, dan juga wahana bawah air nir-awak berukura besar (UUV).
Para Pimpinan USN dan Departemen Pertahanan yakin bahwa penyaringan pada arsitektur yang lebih mudah di distribusikan akan;
- Secara operasional diperlukan, untuk menanggapi secara efektif penyempurnaan kemampuan maritim A2/AD (anti-access/area-denial) dari Negara lain, terutama Cina;
- Layak secara teknis, sebagai hasil dari kemajuan teknologi untuk UVs dan jaringan kerja yang luas untuk menyebarkan kekuatan maritime termasuk sejumlah UV; dan
- Terjangkau—tidak mahal, dan kemungkinan lebih murah, dari pada arsitektur armada yang ada saat ini, sesuai dengan alokasi anggaran USN yang akan datang.
Operasional yang rasional untuj meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan berbagai misi dalam tahun-tahun mendatang, termasuk misi potensi dalam menghadapi kekuatan Cina dalam konflik yang mungkin terjadi di kawasan barat Pasifik, USN dan USMC ingin mengimplementasikan konsep operasional yang baru yang disebut “Distributed Maritime Operations (DMO)”.
DMO menetapkan kekuatan Laut (artinya USN dan USMC) untuk beroperasi di lautan dalam kurang terkonsentrasi, cara yang lebih terdistribusi, sehingga mempersulit musuh untuk mendeteksi, mengidentifikasi, menjejaki, dan mentarget kekuatan armada AS. Sementara kekuatan USN dan USMC mampu mengirim pasukan yang kuat untuk menghadapi lawan. Untuk mendukung pengimplementasian DMO, USN ingin agar penyaringan atas arsitektur pendistribusian kekuatan seperti yang disebut diatas.
Sejalan dengan DMO yang berkonsentrasi pada scenario potensi konflik di kawasan Pasifik Barat untuk menghadapi kekuatan Cina, Korps Marinir (USMC) tengah mengembangkan dua konsep pendukung operasi yang disebut “Littoral Operations in a Contested Environtment (LOCE), dan Expeditionary Advanced Base Operations (EABO)”.
Dalam konsep EABO USMC membayangkan, diantaranya, memiliki perkuatan setingkat peleton unit USMC yang bermanuver disekitar wilayah pertempuran, bergerak dari pulau ke pulau, untuk menembakkan misil jelajah anti kapal permukaan (ASCM) dan melakukan misi lainnya untuk memberikan dukungan, bersama pihak USN dan kekuatan militer teman lainnya.
Lebih spesifiknya, konsep EABO akan termasuk pembentukan dan pengoperasian “multiple platoon-reinforced-size expeditionary advance base sites” yang dapat melakukan berbagai kisi seperti penembakan kapal permukaan dari jarak jauh, perkuatan persenjataan di garis depan dan pembekelana ulang bahan bakar untuk pesawat, melaksanakan kegiatan intelijen, pengintaian, dan pengawasan, melaksanakan pertahanan atas serangan udara lawan, dan memberikan peringatan dini.
Yang akan menjadi tumpuan dalam operasi seperti itu diantaranya Light Amphibious Warship (LAW), yang mampu mengakomodasi unit kecil dari USMC menuju berbagai daerah operasi. Untuk mendukung kegiatan operasional Marine Expeditionary Unit (MEU), seperti pasukan USMC yang berpangkaln di Hawaii dan di Jepang, kehadiran LAW akan semakin dibutuhkan.
Kapal Serbu Amphibi kelas USS America (Landing Helicopter Assault/LHA-6) sejak bergabung dengan USN tahun 2014 telah memfasilitasi pasukan Marinir sebagai platform angkut vertical dalam berbagai area.
USS Amerika dapat mengangkut 3.075 personil (1.204 pelaut dan 1.871 pasukan Marinir). Untuk grup udara, kapal ini dapat mengakomodasi 12 unit MV-22 Osprey, enam unit STOVL F-35B Lightning II JSF, empat helicopter serbu AH-1Z, empat helicopter angkut CH-53K, dan tiga helicopter utility UH-1Y.
Cukup beralasan apabila pihak USN merencanakan pengadaan antara 24 hingga 35 unit LAW, dengan pengadaan pertama dijadwalkan pada tahun fiscal 2023. Pihak Kongres Amerika Serikat juga mengingatkan kemungkinan akan membengkaknya biaya karena perkiraan naiknya biaya pembuatan per kapal LAW.
Light Aphibious Warship (LAW) sebagai kapal yang relatif kecil, mampu membawa sekitar 75 personil pasukan Marinir.
Mengenai dimensi kapal, untuk LAW yang akan dipesan oleh USN saat ini masih dalam perancangan dengan panjang antara 200 hingga 400 kaki, bobot antara 3.000 ton hingga 4.000 ton, dapat mengangkut 10.000 kaki persegi kargo, demikian penjelasan program manager PMS 317. Program yang memonitor amphibious assault and connectors untuk kedinasan.
Menurut U.S. Naval Institute, untuk program LAW ini terdapat lima perusahaan yang memiliki kontrak dengan Pentagon untuk tahap perangcangan awal. Kelimanya adalah; Fincantieri, Austal USA, VT Halter Marine, Bollinger, dan TAI Engineers.
Kekuatan armada kecil akan menjadikan USMC memiliki unit tempur kecil berupa Resimen Marinir Pesisir (Marine Littoral Regiment). Yang akan menjadi pusat proyeksi dari segi kekuatan personel, melakukan operasi tempur utama secara menyebar, berdampingan dengan unit ekspedisi Marinir yang sudah berada di daerah pertempuran.
Program LAW ini tidak lepas dari kritik, namun program ini tetap berjalan dengan pengawasan yang semakin ketat, terutama dalam prioritas pendanaan yang besar.
Untuk pertahanan diri, pihak USN menghendaki LAW dipersenjatai dengan kannon caliber 25mm atau 30mm, dan tambahan senjata mesin berat caliber 12,7mm (.50), serta perangkat K4I (komando dan kendali, komunikasi, Komputer, dan intelijen). Kecepatan minimum 14 knot, hingga 15 knot; Diharapkan dapat menempuh jarak 4.000 mil laut tanpa mengisi bahan bakar ulang. Sehingga biaya operasional dapat ditekan serendah mungkin.
LAW akan menjadi tulang punggung USMC dalam strategi yang baru di Pasifik sebagai Expeditionary Advanced Base Operations. Sesuai dengan strategi EABO yang dirancang sebagai respon untuk meningkatkan potensi dalam meghadapi konflik di Pasifik.
Dengan strategi EABO, pasukan Marinir dapat memelihara kehadiran dalam unit kecil disekitar kawasan Pasifik, dipersenjatai dengan misil anti-kapal permukaan, dan dengan kemampuan mendeteksi kehadiran kapal selam.
Light Aphibious Warship (LAW) juga dimanfaatkan sebagai kapal pasokan logistic yang membawa munisi, makanan serta peralatan lainnya, juga berfungsi sebagai sarana evakuasi personel dari satu pulau ke pulau lain.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!