Dahulu TNI Angkatan Laut memiliki kapal perang yang sangat spesifik, disebut sebagai Kapal Markas. Kapal yang mulai dioperasikan pada 1963 ini diberi nama KRI MULTATULI dengan nomor lambung 561 (KRI MLT-561).
Saat itu Indonesia masih berjuang untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, setahun setelah terjadinya pertempuran di Laut Aru yang menenggelamkan kapal perang KRI Macan Tutul (650) yang mengakibatkan gugurnya Komodor Josaphat (Yos) Soedarso bersama 28 anak buahnya (15 Januari 1962).
Kapal KRI Multatuli (561) dibeli dari Jepang, dioperasikan oleh Satuan Kapal Amfibi Armada Republik Indonesia (pada masa awal oleh Komando Armada Timur).
Selain itu, pada masa itu TNI Angkatan Laut masih memiliki banyak kapal selam (setidaknya 12 unit kapal selam kelas Whiskey) yang dibeli dari Rusia, sehingga memerlukan juga kapal pendukung Kapal Selam semacam Submarine Tender dari Jepang ini.
Saat itu Jepang memiliki kapal Submarine Tender seperti dari kelas Jingei buatan Mitsubishi Heavy industries, yang siluetnya hampir mirip siluet KRI Pasopati. Submarine Tender ship kelas Jingei (Jingei-gata Sensuibokan) dioperasikan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sejak era 1920an hingga mas Perang Dunia II.
Selain mendukung pergerekan kapal selam, KRI Multatuli (561) ini juga difungsikan sebagai Kapal Markas/flagship bagi Komandan Divisi Kapal Selam dan berfungsi sebagai kapal “depot” untuk mendukung sembilan kapal selam dalam divisi tersebut, yaitu kapal selam type Kaichu.
Kehadiran Jingei disusul dengan kapal sejenis dengan nama Chōgei yang mulai terlihat berkiprah pada tahun 1926.
Latar belakang dibuatnya submarine tender
Pembuatan submarine tender vessel oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang didasari oleh Rencana Armada 88, dimana Jepang merencanakan untuk memiliki 100 unit kapal selam untuk operasional jarak jauh sehingga memerlukan kapal pendamping yang berfungsi sebagai pendukung logistik.
Pada awalnya kapal submarine tender kelas Jingei dibuat untuk menjadi kapal markas Komandan Divisi Kapal Selam (Flagship) dan sebagai depot, dan dirancang pada awalnya dengan bobot 14.500 ton.
Namun karena menuruti kesepakatan internasional Angkatan laut saat itu (Washington Naval Treaty), ukuran kapal terpaksa diperkecil dengan bobot menjadi 8.500 ton, demikian juga dengan ukurannyanya diperkecil.
Jadi jika dibandingkan dengan KRI Multatuli, Jingei hanya sedikit lebih besar. Jingei memiliki panjang (LOA) 125,40 meter – sekitar 14 meter lebih panjang dari Multatuli. KRI Mutatuli dirubah menjadi kapal Markas/flagship pada akhir 1960an, tergabung dalam Komando Armada Timur TNI AL.
Sebagai flagship, KRI Multatuli akan melayani Panglima Armada beserta staf dengan sarana komunikasi, ruang kerja dan akomodasi dalam mengkoordinasi aktivitas armada.
Spesifikasi Teknis KRI Multatuli (561)
- Jenis kapal : Command ship, aslinya type Submarine Tender.
- Pabrik pembuat : Galangan kapal milik Ishikawajima-Harima Heavy Industries Co., Ltd., Jepang (sekarang dikenal dengan nama IHI Corporation atau Kabushiki-gaisha IHI), pada tahun 1961.
- Ukuran kapal: Panjang (LOA) 111,35 meter, Lebar 16,90 meter, Draught 6,98 meter
- Bobot kapal: Kosong/standar 3.220 ton, bermuatan penuh 6.741 ton.
- Propulsi: Satu unit mesin diesel Burmeister & Wain Hitachi dengan output 4.100 kW., satu shaft.
- Kecepatan: 18,5 knot
- Jarak jelajah: 6.000 mil laut dengan kecepatan ekonomis 16 knot.
Persenjataan KRI Multatuli (561)
- 6 (enam) pucuk meriam kaliber 37mm buatan Rusia (dua unit single barrel dan dua unit kubah twin barrel),
- 4 (empat) pucuk senapan mesin berat twin barrel PSU kaliber 14,7mm.
- Radar: Deteksi permukaan Ball End E/F Band, Radar navigasi I Band
- Awak kapal: 134 personel Pelaut – 12 diantaranya perwira.
- Helikopter deck: ada, untuk helikopter ringan, terdapat dibagian depan/anjungan kapal yang pada awalnya merupakan posisi meriam utama kalber 76mm.
Kapal KRI Multatuli memiliki kemampuan pembekalan ulang di laut (Replenishment at sea/RAS), baik untuk bahan bakar, bekal ulang logistik hingga munisi, dari satu kapal ke kapal lain.
Sistem RAS ini diperkenalkan oleh Angkatan Laut Amerika Serilat pada masa Perang Dunia II dalam upaya dukungan logistik satuan armada/fleet atau satuan satu atau lebih skadron kapal-kapal perang kecil/flotilla ki kawasan Pasifik, sehingga gugus tempur Kapal Induk mereka dapat terus beroperasi dengan lancar.
Kemampuan tersebut memang dipersiapkan mengingat aslinya kapal ini merupakan submarine tender yang mendukung pergerakan kapal selam termasuk pembekalan ulang.
Keunikan bentuk rancang bangunnya kalau dalam bentuk siluet, kapal ini seperti bentuk bukan kapal perang, lebih mirip kapal niaga biasa.
Operasional KRI Multatuli (561)
KRI Multatuli termasuk salah satu kapal perang yang legendaris dalam jajaran TNI Angkatan Laut, dan selama dioperasikan telah banyak jasanya. Baik ketika masih berfungsi sebagai Submarine Tender maupun sebagai Kapal Markas.
Mei 2016, KRI Multatuli 561 berhasil mengamankan kapal pencuri ikan di perairan yurisdiksi Republik Indonesia, tepatnya disekitar utara Pulau Fani, gugus kepulauan diatas Kepala Burung Pulau Papua, merupakan wilayah Kepulauan Terluar perbatasan negara Republik Indonesia dengan Republik Palau.
Agustus 2020, KRI Multatuli 561 sebagai Kapal Markas melakukan operasi patroli keamanan perairan dibawah kendali operasi Gugus Keamanan Laut (Guskamla) Komando Armada III di sekitar wilayah laut perairan Indonesia wilayah Timur.
Oktober 2021, KRI Multatuli 561 menjadi Kapal Markas Gugus Tempur Laut (Guspurla) Komando Armada I, melaksanakan operasi siaga tempur laut berkekuatan enam KRI di wilayah Perairan Natuna.
Sebagai Kapal Markas, KRI Multatuli 561 merupakan salah satu unsur strategis dalam Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang terdiri dari unsur Pangkalan, Kapal Perang, Korps Marinir, serta Pusat Penerbangan Angkatan Laut.
Catatan diatas hanyalah sekelumit kegiatan operasi KRI Multatuli 561 sebagai kapal perang tertua dalam jajaran TNI Angkatan Laut, selain KRI Dewaruci.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!