Perkembangan Senjata Hipersonik

Hypersonic Weapon

DINAS PERTAHANAN MISIL (MDA – Missile Defense Agency) Amerika Serikat mengumumkan pada 19 Nopember 2021, bahwa mereka memilih beberapa Industri Pertahanan; Lockheed Martin, Northrop Grumman, dan Raytheon Missile and Defense untuk merancang “the Glide Phase Interceptor” (GPI) untuk misil hypersonic pertahanan regional.

Ancaman senjata hipersonik harus dapat diintercept/dinetralisir pada saat misil hypersonic berada pada posisi terbang dilintasannya.

Biro tersebut juga telah mengadakan perjanjian transaksional untuk tahapan “accelerated concept design” dari program tersebut.

image: airforcemag.com

Interceptor ditujukan untuk mengkonter senjata hipersonik pada saat tahap meluncur terbang, merupakan tantangan bagi misil yang meluncur dengan kecepatan lima kali kecepatan suara dan melakukan manuver, sehingga menyulitkan untuk memprediksi lintasan dari misil tersebut.

Rencananya, senjata hipersonik interceptor akan dirancang untuk mempersenjatai kapal perang destroyer pertahanan misil balistik type Aegis.

Akan ditembakkan dari peluncur misil vertikal yang sudah menjadi standar di kapal tersebut, dan terintegrasi dengan sistem pendeteksi, penjejak, dan kendali dari “Baseline 9 Aegis Weapon System” yang dimodifikasi, untuk menghadapi ancaman senjata hipersonik.

USS Cowpens, source.

Senjata Hipersonik

Eksekutif program MDA Sea-based Weapon System Rear Admiral USN Tom Druggan dalam pernyataannya mengatakan; “We are pleased to have these contractors working with us to develop design concepts for the GPI,”

“Multiple awards allow us to execute a risk reduction phase to explore industry concepts and maximize the benefits of a competitive environment to demonstrate the most effective and reliable Glide Phase Interceptor for regional hypersonic defense, as soon as possible.”

Pernyataan dari pihak Raytheon pada tanggal 19 Nopember 2021; Pengembangan dalam tahap awal akan fokus pada meminimalkan risiko teknis, mempercepat pengembangan teknologi, dan mendemonstrasikan kemampuan untuk meng-intercept ancaman senjata hipersonik.

Sistem Raytheon Technologies menjadi landasan bagi pertahanan misil saat ini. Raytheon membangun pengetahuan untuk sistem pertahanan misil yang lebih maju guna menghadapi ancaman senjata hipersonik dimasa depan.

image: Wikipedia

“Kecepatan GPI, kemampuan untuk menahan panas yang ekstrim, dan kemampuan manuver akan menjadikannya mampu untuk menetralisir ancaman.” Ketiga industri strategis yang dipilih merupakan industri yang sudah memiliki pengalaman dalam pengembangan senjata hypersonic.

Lockheed Martin dan Raytheon juga bersaing dalam pengembangan scramjet-powered hypersonic missiles sebagai bagian dari program Hypersonic Air-breathing Weapon Concept (HAWC) yang dilaksanakan oleh pihak Angkatan Udara (USAF) bersama DARPA. Lockheed Martin juga membuat misil hypersonic AGM-183A Air-launched Rapid Response Weapon untuk USAF.

Lockheed Martin merupakan pelaksana pembuat sistem interogator misil hypersonic pemukul “Conventional Prompt Strike” untuk Angkatan Laut (USN), dan senjata hypersonic jarak jauh untuk Angkatan Darat (US ARMY).

AGM-183A, source.

Sementara Northrop Grumman yang merancang motor untuk kedua sistem senjata tersebut.

Dalam pengembangan sistem senjata misil hypersonic ini, Northrop mulai mengembangkannya pada tahun 2019 pada saat Pentagon membuat kebijakan prioritas pada kemampuan senjata hypersonic, sementara pada tahun yang sama, Lockheed Martin mendirikan fasilitas baru di Alabama sebagai sarana pengembangan, pengujian dan produksi senjata hypersonic.

Kapal perang kelas Aegis yang terkenal dengan persenjataannya, mampu mengenali senjata hipersonik dalam area pertempuran dikarenakan jaraknya yang relatif pendek, sekitar 70 kilometer.

Namun, bila senjata hypersonic semakin berkembang dan kemampuan jarak peluncurannya semakin meningkat, maka diperlukan sistem sensor pendeteksian, penjejakan dan penetralisiran yang lebih maju lagi.

Chinese Hypersonic Missile, source.

Upaya kearah pengembangan sudah dijadwalkan seperti Hypersonic and Ballistic Tracking Space Sensor (HBTSS), program pembuatan satelit untuk ditempatkan pada orbit rendah untuk menandai dan menjejaki misil hypersonic saat dalam tahap terbang melintas, dan radar SPY-6 akan ditingkatkan kemampuannya untuk menjejaki adanya ancaman senjata hypersonic tersebut.

Maka pihak MDA fokus kepada pencegahan ancaman senjata hipersonik pada tahap terbang dalam perlintasan. Penajaman pada bagaimana untuk mendeteksi, menjejaki dan meng-intercept di tahap tersebut.

MDA juga mempelajari data-data tenang sistem yang diterapkan oleh pihak lawan. Juga pada saat ini memprioritaskan peningkatan kemampuan pada pihak Angkatan Laut. Setelah membuahkan hasil yang baik, baru akan disusul dengan kekuatan di darat.

image: Twitter

Perkembangan Senjata Hipersonik

Persenjataan hypersonic yang ada pada saat ini antara lain misil jelajah hypersonic dan wahana luncur hypersonic.

Misil hypersonic yang didorong dengan scramjet dapat melintas dengan kecepatan lima kali kecepatan suara, namun jarak tempuhnya masih terbatas – rata-rata 30.000 meter -, sementara wahana luncur hypersonic dapat melintas dengan jarak ketinggian yang lebih tinggi, dibandingkan dengan lintasan (parabolik) misil balistik, wahana hypersonic memiliki kemampuan deviasi sudut lebih besar dari perlintasan parabolik.

Bagi sementara pengamat, Rusia dan Cina merupakan pihak yang unggul dalam pengembangan sistem senjata hypersonic.

Starry Sky 2 Chinese Missile, source.

Sementara itu, pihak-pihak yang juga sedang melakukan pengembangan persenjataan hypersonic antara lain, India, Australia, dan Perancis. Jepang terpantau sedang berupaya mengembangkan scramjet (misil jelajah hypersonic), dan hyper velocity gliding projectile.

Cina memiliki sistem senjata hypersonic seperti XingKong-2 (Starry Sky-2) (percobaan pada Agustus 2018), dan boost-glide vehicle yang diarahkan kepada orbit rendah (diluncurkan pada Agustus 2021).

Rusia juga telah menguji hypersonic glide vehicle (HGV) “Avangard” (2016-2018), di landas uji pangkalan misil Dombarovskiy, mengenai sasaran yang berjarak 3.700 mil di medan uji tembak Kura.

HGV Avangard, source.

Avangard dibuat menggunakan bahan komposit yang tahan suhu panas hingga 2.000 derajat Celcius (diperkirakan kecepatan hypersonic dapat menimbulkan panas yang tinggi, sampai derajat tersebut).

Diperkirakan pihak Rusia akan memasang HGV tersebut pada misil balistik (ICBM) SS-19. Menurut data pihak NATO, Rusia telah menerapkan misil hypersonic tersebut pada Desember 2019 pada Divisi Misil Yasnensky, merupakan unit yang berpangalan di Orenburgskaya oblast, lokasi di distrik Volga di Pegunungan Ural. (Unit 13th Regiment/Dombarovskiy Division – Strategic Missile Force).

Sementara, seperti yang pernah di muat di militerium.com yang lalu, Rusia telah melakukan uji peluncuran misil anti-kapal 3M22 Zircon (Tsirkon) melintasi White Sea.

Amerika Serikat juga telah melakukan penerapan dan uji senjata hypersonik dalam upaya pengembangan persenjataan mereka. Misalkan saja pada misil AGM-183 (Lockheed Martin memperoleh kontrak ke-2 senilai $ 480 juta untuk senjata hypersonic ini), dan senjata hipersonik jarak jauh (LRHW – Long-Range Hypersonic Weapon) yang misil hypersonik permukaan-ke-permukaan (2018).

Guna meredam panas, pihak amerika menggunakan material keramik. Program-program persenjataan misil hypersonic di Amerika Serikat menjadi perhatian yang sangat tinggi bagi USSTRATCOM (Komando Strategis), termasuk program LRPF – Long-Range Precision Fire yang merupakan program prioritas US ARMY, dan juga upaya gabungan Kementrian Pertahanan.

Pada bulan Maret 2020, pihak US ARMY dan US NAVY telah berhasil melakukan uji prototype Common Hypersonic Glide Body (C-HGB). Di Texas sedang dibangun fasilitas Wind Tunnel untuk pengujian hypersonic vehicle.

Common Hypersonic Glide Body, source.

Pengembangan senjata pembunuh berskala besar seperri senjata pemusnah jarak jauh hypersonic terus dilakukan. Apakah ini nantinya hanya akan membuang biaya anggaran militer yang sangat besar?

Beberapa dekade ini sudah terlihat banyaknya anggaran militer yang terbuang seperti pada pembuatan pesawat pembom semacam Rockwell B-1 Lancer, Boeing B-52 Stratofortress, Northrop Grumman B-2 Spirit, Xian H-6, Serial Tupolev, dan sebagainya.

Hanya pihak yang sadis saja atau terjadi Perang Dunia III, ada pihak yang akan melakukan carpet bombing dengan pesawat seperti itu di jaman seperti sekarang ini. Pada akhirnya, itu hanya akan menjadi beban pembiayaan saja.

This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!

Gimana menurut Lo?

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kelanjutan Helikopter Baru US Army

Kapal Selam Jerman Untuk Israel