Teknologi 5G atau teknologi generasi ke 5 kini sudah digunakan dalam komunikasi militer, teknologi 5G militer yang berkecepatan sangat tinggi, low latency atau delay dalam transfer data, volume lebih besar, high density, dan efisiensi daya.
Di era 1980an tampil Generasi ke-1 (1G), untuk panggilan suara, 1990an tampil 2G dengan penyampaian tulisan/pesan, di era yang sama tampil 3G dengan kemampuan tampilan multi-media secara terbatas, teks dan data internet.
Era 2000an tampil 4G dan LTE (Long-Term Evolution yang menambah kemampuan kecepatan broadband nir-kabel) yang dapat mengakses data informasi secara dinamis dengan menggunakan berbagai jenis peralatan.
Kini tampil teknologi jaringan 5G, yang merubah sistem komunikasi mobil/selular kedalam model yang radikal terkonsentrasi pada kapasitas kepadatan yang tinggi, volume yang besar, kecepatan sangat tinggi, latensi rendah (rendahnya interference frekuensi antara wireless earphone tersebut ke device yang terkoneksi) atau delay dalam transfer data, dan power efficiency.
Dengan 5G militer, komunikasi antar handset (phone-to-phone) dapat transisi ke komunikasi mesin-ke-mesin. Tidak hanya mendukung komunikasi suara dan digital, tetapi juga berbagi data real-time secara massive.
Teknologi 5G Militer
Menurut penjelasan perusahaan Ericson melalui ericsson.com: “5G is the fifth generation of cellular networks. Up to 100 times faster than 4G, 5G is creating never-before-seen opportunities for people and businesses.
Faster connectivity speeds, ultra-low latency and greater bandwidth is advancing societies, transforming industries and dramatically enhancing day-to-day experiences. Services that we used to see as futuristic, such as e-health, connected vehicles and traffic systems and advanced mobile cloud gaming have arrived.”
Industri Lockheed Martin meningkatkan standar teknologi 5G dalam mengkoneksi beberapa platform dan jaringan militer yang sudah tergelar, disebut sebagai 5G.MIL initiative. Mereka telah mengembangkannya dalam dua proyek; Hydra dan HiveStar.
Hydra untuk masalah tantangan interoperability antar sistem yang sudah tergelar, dan HiveStar untuk infrastructure yang belum digelar, agar nantinya mampu mengadopsi arsitektur jarring 5G dan dapat bekerja dengan mobiltas tinggi, sesuai dengan kebutuhan di dalam pertempuran.
Kementrian Pertahanan Amerika juga telah berinvestasi besar untuk program yang mereka sebut sebagai dari 5G ke NextG.
5G.MIL merupakan visi dengan menciptakan kecepatan pada jaringan lokal berdasarkan teknologi 5G, agar pasukan dapat memperoleh data dari perangkat sensor pada berbagai jenis platform di lapangan, dan dapat di akses oleh pelaksana tempur.
Apakah itu pesawat tempur, kendaraan tempur, kapal perang, satelit, maupun pasukan secara individu di lapangan. Perantara hubungan jaringan di lapangan berupa 5G base station yang telah dimodifikasi.
Elemen berikutnya dari 5G.MIL adalah hubungan jaringan lokal ke internet global (backhaul), tetunga hal tersebut harus didukung dengan piranti lunak yang dapat me-reconfigure secara otomatis.
5G Base station dibuat untuk dapat berhubungan dengan smartphone (dengan perangkat keras yang disebut sebagai gNodeB, atau OctNode2). Base station berukuran 24 x 15 x 5 cm, dengan bobot 800 gram.
Dilengkapi dengan sistem anti-jammer serta pertolongan apabila terjadi malfunction dengan memidahkan frekuensi 5G ke S band (data link).
Para teknisi Lockheed Martin bersama pihak US Army telah melakukan demonstrasi sistem 5G ini pada Agustus 2021 di US Army Ground Vehicle Systems Center, Michigan.
Teknologi 5G dalam Sistim Komunikasi Militer
Teknologi 5G ini sudah diterapkan dalam sistem komunikasi militer. Mulai diterapkan di kalangan anggota aliansi NATO pada awal 2019.
Penggunaan teknologi 5G dalam sistem komunikasi NATO ini sempat di bicarakan untuk memperoleh kesepakatan bersama antara anggota NATO dalam pertemuan yang diadakan di London, Inggris pada bulan Desember 2019, ditekankan akan pentingnya “the security of communications, including 5G” and recognised “the need to rely on secure and resilient systems”.
Dan 5G Militer yang pada awal 2019 menjadi debat public akhirnya memperoleh multilateral standardization agreements, hal tersebut dicapai berkat cepatnya pengembangan teknologi tersebut.
Pengembangan teknologi tersebut mencakup perubahan rancangan dari keseluruhan jaringan, yang dapat meningkatkan efisiensi spectral melalui sejumlah jalur sinyal (MIMO: Multiple Input, Multiple Output).
Progres pada enjinering electromagnetic yang dapat membuat transmisi data menjadi lebih efisien untuk memperkecil masalah gangguan (beamforming and OFDM: orthogonal frequency-division multiplexing).
Perangkat lunak lebih canggih sehingga kualitas komunikasi menjadi lebih baik – dengan menggunakan algorithms pada pengirim maupun penerima data stream (polar coding).
Standar perjanjian juga dilakukan oleh berbagai kalangan pengguna dan produsen sistem komunikasi, termasuk dalam Mobile World Congress yang digagas oleh Global System for Mobile Communication Association, dan pada acara International Telecommunication Union.
Hasilnya, pada bulan Oktober 2019, 50 mobile operators meluncurkan layanan komersial 5G di 27 negara. Sebelum itu, antara tahun 2018-2019 beberapa Negara Eropa seperti Finlandia, Italia, Spanyol telah mengikuti lelang 5G multi-band spectrum.
Tantangan Dalam Komunikasi Militer
Kehadiran teknologi nir-kabel 5G ini sudah diantisipasi sebelumnya oleh kalangan peneliti dalam dunia kemiliteran, sebut saja DSTO di Singapura, DARPA di Amerika Serikat, DRDO di India, dan juga di kalangan Industri peralatan komunikasi (Alkomlek) militer.
Penerapan teknologi 5G dalam berbagai program pengembangan sistem komunikasi militer terlihat antara lain pada program Joint All Domain Command and Control (JADC2).
Pemanfaatan teknologi 5G militer juga merupakan solusi dalam penggabungan jarring sistem manajemen, baik operasional – seperti ISR/Intelijen, Surveillance & Reconnaissance – maupun tempur. Bukan saja dalam spectrum aplikasi manajemen, tetapi juga dalam peperangan elektronika (EW).
Perpindahan dari sistem 4G ke 5G tentunya akan melalui proses masa transisi, terutama dalam instalasi jaringan yang besar seperti di pusat-pusat/induk sarana Komando-Kendali. Namun kehadiran arsitektur 5G sudah merambah dalam berbagai sistem di lapangan.
Arsitektur 5G ini setidaknya juga merambah kepada kebutuhan anggaran untuk meremajakan peralatan/sistem dan piranti lunak, yang tentunya akan membutuhkan biaya cukup besar.
Contohnya, dalam program Joint All-Domain Command and Control (JADC2) yang juga mencakup operasi global (termasuk space-based 5G terrestrial networks), akan mencakup pergantian berbagai perangkat keras, piranti lunak, sarana logistic, pemeliharaan, pelatihan, Artificial Intelligence, pengamanan jaringan, dan lain sebagainya.
Saat ini sistem komunikasi militer hingga jarring Komando-Kendali memiliki banyak perangkat/sistem yang terinterkoneksi.
Penerapan Jaringan Protokol Internet (IP)
Jaring protokol internet atau Internet Protocol (IP) taktis akan menjadi tulang punggung sistem Komando-Kendali dalam pertempuran dimasa sekarang maupun mendatang dengan mengadopsi arsitektur komunikasi berbasis 5G.
Penyebaran data kepada berbagai satuan hingga unit terkecil akan memerlukan sarana komunikasi baik suara, data, maupun gambar, guna meningkatkan kesiagaan maupun koordinasi dalam gerakan operasi. Dalam penggunaan taktis, diperlukan sarana berbasis IP, dan jaring dengan data-rate yang tinggi.
Beberapa produsen perangkat komunikasi militer sudah memproduksi tactical IP network, seperti; Bittium, SAAB, Lockheed Martin, AT&T, dan sebagainya.
Produk dengan arsitektur 5G dari mulai yang berskala besar seperti jarring di Pusat Komando-Kendali, dan Intelijen, hingga perangkat radio komunikasi berbasis jaring IP nir-kabel bagi pasukan dari tingkat brigade hingga unit terkecil/perorangan. Termasuk koneksi dengan pesawat tempur, kapal perang dan sebagainya.
Dinas Penelitian Angkatan Darat Amerika Serikat (ARO) dalam pengembangan dan penerapan teknologi 5G dalam mendukung operasional mereka dilapangan. ARO dalam upayanya tersebut menggandeng University of Lille dari Perancis, dan University of Texas dari Austin, Texas.
Salah satu tujuannya adalah, dengan perubahan ke arsitektur 5G dapat juga mengefisienkan enerji hingga beberapa kali lipat.
Kehadiran teknologi 5G tentunya akan berpengaruh pada berbagai aspek dalam medan pertempuran. Pengaruh utama pada teknologi peralatan komunikasi, komando dan kendali militer.
Teknologi 5G ini juga berimplikasi pada berbagai sistem persenjataan, termasuk pada hypersonic weapons. Rusia, Perancis, Cina, dan tentu saja Amerika Serikat sedang bergiat dalam pengembangan sistem senjata tersebut.
Tahun ini diperkirakan beberapa diantaranya akan menyelesaikan setingkan supersonic weapon yang dapat melesat dengan kecepatan Mach 5 (1,6 km/detik). Sehingga akan sulit untuk diintercept.
Kehadiran teknologi 5G diharapkan dapat membantu kapal perang, pesawat tempur, maupun pangkalan militer dapat bereaksi lebih cepat. Faktor kecepatan lalu-lintas informasi (suara/data/gambar) secara real-time akan menjadi faktor penentu dalam pertahanan maupun penyerangan.
Frekuensi tinggi, short-wavelength spectrum, atau ‘milimeter wave’ akan mempercepat jaring komunikasi 5G hingga lebih dari 1Gbps (1 Giga bit/detik) – menjadi potensi vital dalam jarring komunikasi militer.
PENUTUP
Faktor komunikasi dan turunannya – Komando, kendali, komunikasi, dan intelijen – akan sejalan dengan kehebatan persenjataan, jumlah pasukan, dengan dukungan doktrin dan strategi. Kehadiran teknologi merupakan keniscayaan dalam peperangan modern.
Pertumbuhan yang cepat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan lagi menjadi hal yang baru, tetapi terus berlanjut. Era dahulu dikatakan bahwa Angkatan Udara dan Angkatan Laut sebagai Matra yang padat teknologi, atau merupakan Matra dengan Teknologi/Alat yang di awaki, Sedangkatan Angkatan Darat adalah Personel yang diperlengkapi peralatan.
Kini Semua Matra sudah terambah dengan berbagai peralatan dan persenjataan yang padat dengan teknologi. Kita lihat saja pada Tank Tempur Utama seperti Leopard, Tank ini merupakan kendaraan tempur yang padat teknologi.
Untuk membidik persenjataannya saja, tank ini menggunakan berbagai prosedur hingga berbagai alat bidik dari mulai yang disebut sebagai PERI, EMES, FERO, Ophelios-P, TIS, hingga pemicu senjata.
Menjadi prajurit dewasa ini juga dituntut dengan kemampuan penguasaan teknologi, selain kesamaptaan dan keahlian menembak.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!